Perkembangan pengetahuan dan teknologi sudah maju pesat dan mempengaruhi semua bidang kehidupan. Tak terelakkan pengetahuan dan teknologi juga sudah merambat ke dalam dunia pendidikan. Kehadiran komputer di sekolah dapat mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan kependidikan bagi anak didik. Selain komputer, pembelajaran multimedia dengan menggunakan komputer, projector, dan LCD, CD pembelajaran, TV Edukasi bahkan electronic book yang bisa diakses melalui internet, sudah masuk sampai di ruang kelas.
“Teknologi itu hanya pengubah kebiasaan”, seorang pendidik harus mampu menerapkan teknologi dalam proses belajar-mengajar dan mengubah pola cara mengajar, mengubah cara berinteraksi dengan siswa, dan mengubah harapan untuk siswa. Safrial, M.Kom sebagai guru profesioanal mengatakan kata kuncinya terdapat dalam kata mengubah. Dalam hal mengubah cara berinteraksi dengan siswa, dengan mengubah cara penyampaian materi ajar dari menggunakan papan tulis menjadi penggunaan proyektor, penyampaian materi bisa lebih cepat dan menjadikan interaksi guru dan murid berkurang.
Teknologi memiliki kemampuan terbatas berupa pemecahan masalah yang rasional. Ketika ada hal-hal yang irasional, manusia masih lebih unggul dalam menyelasaikan masalah.”. Dengan kata lain, peran para pengajar tidak akan tergantikan oleh teknologi, bagaimanapun teknologi itu berkembang semakin canggih.
Meskipun kemajuan teknologi pembelajaran sudah pada tahap yang cukup mencengangkan, namun kemajuan ini tidak dapat menggantikan fungsi dan peran guru dalam seluruh proses pendidikan anak. Manusia memang sudah hidup dalam dunia yang berteknologi tinggi tetapi secara psikologis pada kelompok anak-anak dan remaja usia sekolah tetap ada hasrat untuk mencari figur yang dapat mereka kagumi, hormati, dan bahkan meniru perilaku dan prestasi kehidupannya. Banyak alasan yang memperkuat peran strategis guru tidak bisa diganti atau diambil alih oleh media canggih apapun.
Pertama, alasan psiko-pedagogik. Guru dalam melaksanakan tugas keguruannya tidak hanya sekedar berperan untuk mentransfer ilmu kepada anak didik, karena peran ini sudah tidak populer lagi dan tidak sesuai dengan tuntutan pembelajaran modern. Ketika guru berperan hanya sebatas mentransfer ilmu, maka peran ini sudah bisa dengan lebih efektif diambil alih oleh media-media pembelajaran.
Guru dalam melaksanakan tugasnya diharapkan dapat menyajikan sebuah pembelajaran dengan suasana yang penuh kehangatan, keramahan yang dapat membuat semua siswa dalam kelasnya merasa nyaman untuk menyampaikan pendapatnya, mencoba sesuatu yang baru diketahuinya, merasa nyaman untuk berbeda pendapat dengan gurunya, termasuk penting juga merasa nyaman untuk melakukan kesalahan. Ruang kelas bukan saja tempat untuk belajar tentang sesuatu yang benar tetapi juga tempat untuk mencoba dan salah (try and error) supaya diperbaiki dan disempurnakan.
Pola komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran yang disajikan oleh guru adalah sebuah pola komunikasi yang humanis karena komunikasi antara manusia dengan manusia yang lebih melibatkan suasana hati, rasa peduli, dan tenggang rasa yang tidak mungkin dialami anak didik ketika belajar dengan menggunakan alat-alat pembelajaran elektronik yang dingin, kaku dan tak punya perasaan. Seorang anak yang hanya dibesarkan dengan media pembelajaran elektronik, bukan tidak mungkin akan mengalami sedikit kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasannya dengan berinteraksi sosial tidak dikembangkan dengan baik. Keluwesan berkomunikasi dengan lingkungannya akan gagap.
Kedua, pedagogik moral. Guru sebagai pendidik juga bertugas untuk mewarisi nilai-nilai dan keutamaan-keutamaan hidup untuk menjadi pegangan para siswa dalam menjalani hidupnya dikemudian hari. Pewarisan dan penanaman nilai-nilai kehidupan tentu tidak hanya diajarkan secara verbal searah sebagaimana yang bisa diperoleh melalui media pembelajaran elektronik, tetapi harus dikomunikasikan secara baik tidak hanya melalui ceramah dan pidato retoris tetapi terutama dan paling bermakna harus melalui contoh dan sikap hidup yang nyata. Mengajarkan dan mewariskan nilai-nilai hidup tidak hanya cukup dengan kata-kata tetapi harus dengan contoh dan teladan hidup.
Sebagai misal, mendidik siswa untuk tertib dan disiplin sangat tidak efektif kalau hanya dengan ceramah tentang tata tertib, apalagi menggunakan kekerasan, tetapi harus ditunjukkan dengan contoh perilaku yang tertib dan disiplin dari para guru. Seorang guru yang tidak tertib tidak akan pernah berhasil menertibkan anak-anaknya.
Anak didik pada usia remaja terkadang bingung bagaimana harus bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu mereka sangat membutuhkan contoh perilaku orang dewasa yang positif sebagai referensi bagi mereka dikemudian hari ketika mereka memasuki dunia kehidupan orang-orang dewasa. Di sini guru tidak saja berperan sebagai pendidik tetapi juga berperan sebagai orang tua kedua. (the second parents) untuk menegaskan dan menguatkan kembali nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai moral, atau keutamaan-keutamaan hidup yang sudah disemai di rumah oleh orang tua mereka, karena para siswa yang dihadapi saat ini adalah calon orang tua di masa depan.
Sekolah-sekolah yang sudah menggunakan teknologi pembelajaran yang canggihpun tetap tidak bisa menyangkal bahwa guru masih memegang peran kunci. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia (N. Driyarkara, SJ). Pemanusiaan manusia muda pada sekolah-sekolah tidak bisa dilaksanakan hanya dengan mengandalkan teknologi. Malah sebaliknya dengan teknologi yang sangat terbatas sekalipun proses pemanusiaan manusia tetap masih bisa dijalankan, bahkan jauh lebih efektif kalau gurunya benar-benar berkompeten dan kreatif.
Menyadarai bahwa ternyata peran strategis guru tak dapat digantikan oleh teknologi canggih, maka bapak ibu guru harus merasa yakin akan pilihan dan keputusan hidupnya untuk menjadi guru. Dengan demikian para guru harus selalu berupaya untuk terus menerus meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi akademik, pedagogis, kepribadian, dan kompetensi sosialnya agar dapat menjadi guru yang handal sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zamannya.
Pemerintah sebagai eksekutor pembangunan di bidang pendidikan mesti berpikir tentang bagaimana memberdayakan guru-guru agar benar-benar ahli di bidangnya, dengan memberikan fokus perhatian yang lebih besar kepada upaya peningkatan kualitas para guru. Harus ada ruang dan kesempatan yang lebih luas diberikan kepada para guru untuk mengembangkan kecintaannya pada profesi dan panggilan nurainya untuk menjadi guru. Guru secara individual perlu didorong untuk terus menerus belajar dan dilatih melalui program-program in service training agar pembelajaran yang disajikan menjadi menarik, kreatif dan inspiratif. Selain itu pemerintah perlu memikirkan sistem yang dikemas sedemikian sehingga memacu guru untuk terus menerus belajar. Tentu ini sebuah sistem yang tidak menekan tetapi yang memberi rasa nyaman bagi para guru untuk mempersembahkan seluruh dirinya pada profesinya.
Pendampingan profesi guru oleh pengawas kiranya perlu dilaksanakan dengan lebih efektif dan sistematis sehingga dapat menjadi bantuan yang benar-benar memberdayakan dan memungkinkan guru untuk berkembang. Keberadaan para pengawas harus dirasakan lebih sebagai sahabat ahli bagi para guru. Kehadiran mereka semestinya dapat menjadi sumber inspirasi yang membawa kesegaran bagi guru. Dengan demikian ketika para guru menghadapi kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, mereka tahu ke mana mereka berkonsultasi. Para pengawas juga harus diberdayakan, sebelum mereka memberdayakan para guru. Dengan cara ini para guru tidak dibiarkan sendirian dalam menjalankan tugasnya.
Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan, meskipun perkembangan teknologi pembelajaran berkembang pesat , namun dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat multikultur peranan guru tetap dominan. Dalam proses pendidikan khususnya proses pembelajaran peran guru tidak dapat digantikan oleh teknologi, guru merupakan bagian integral dari sumber daya pendidikan yang sangat menentukan keberhasilan sebuah pendidikan. Guru merupakan sebuah kunci dalam melakukan peningkatan mutu pendidikan. Guru berada pada titik sentral dari setiap usaha reformasi yang diarahkan pada perubahan-perubahan .( Safrial / 09 / 10 / 2020 /Jumat)